SEJARAH KODIFIKASI
Tuesday, February 18, 2014
Add Comment
Pendahuluan
Al-Qur'an adalah kitab suci
umat Islam. Bagi setiap Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur'an merupakan mukjizat Nabi
Muhammad SAW yang sangat
berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan
pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun
akhirat. Untuk itu kita wajib mengetahui dan menagmalkan nya dalam kehidupan
sehari-hari. Perlunya kita mempelajari tentang Ilmu
Al-qur’an/Ulumul Qur’an adalah agar kita dapat mengetahui serta dapat memaknai
akan arti penting sebuah Kitab yaitu Al-qur’an,mulai dari sejarah
diturunkannya,pengertian,sampai pembahasan mengenai cara baca dan seluruh
seluk-beluk mengenai Al-qur’an.
Dalam hal ini apakah anda mengetahui hal tersebut mulai dari sejarah pembukuan/kodifikasi Al-quran tersebut?. Dalam makalah ini akan disajikan pembahasan mengenai Kodifikasi/Pembukuan Al-qur’an yang dilakukan mulai dari masa Nabi SAW hingga Khalifah penerusnya.
Dalam hal ini apakah anda mengetahui hal tersebut mulai dari sejarah pembukuan/kodifikasi Al-quran tersebut?. Dalam makalah ini akan disajikan pembahasan mengenai Kodifikasi/Pembukuan Al-qur’an yang dilakukan mulai dari masa Nabi SAW hingga Khalifah penerusnya.
BAB II.
Pembahasan
v Pemeliharaan
Al-qur’an masa Nabi SAW
Pemeliharaan
Al-qur’an pada jaman Nabi SAW dilakukan dalam
bentuk pengumpulan dan penulisan. Sebab sejak permulaan turunnya,Rasulullah saw
dan para sahabat sudah mulai membukukan dalam rangka pemeliharaan Al-qur’an.
Ada dua jalur yang ditempuh dalam upaya pemeliharaan Al-qur’an pada masa
itu,yaitu melalui hafalan dan melalui tulisan. Rasulullah saw ialah (hafizh) penghafal Al-qur’an pertama dan
sekaligus contoh terbaik bagi para sahabat pada masa itu dan bagi kaum muslimin
sampai hari kiamat. Pada masa Rasulullah,para sahabat berlomba-lomba membaca,menghafal
dan mempelajari Al-qur’an,selanjutnya mereka menyampaikan dan mengajarkan apa
yang diterimanya dari beliau kepada istri dan anak-anak mereka di rumah
masing-masing. Diantara para sahabat yang menghafal Al-qur’an pada masa
Rasulullah saw adalah Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq,Umar bin Khaththab,Utsman
bin Affan,dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian,kita dapat mengetahui bahwa
Ulumul Qur’an sudah tumbuh sejak waktu permulaan berkembangnya agama
Islam,bahkan sejak terbitnya fajar Islam. Hal ini dikarenakan adanya
penghafalan,penyalinan,dan penafsiran yang kesemuanya termasuk ilmu al-Qur’an
yang sangat penting.[1]
Selain pemeliharaan Al-qur’an melalui hafalan,Rasulullah
saw dan sahabat pada masa itu juga melakukan pemeliharaan melalui tulisan.
Menurut riwayat alat-alat yang digunakan sebagai sarana pemeliharaan
Al-qur’an,guna mengabadikan kemurnian melalui:[2]
- Usub yaitu pelepah kurma yang sudah dipisahkan dari batang dan daunnya.
- al-Likhaf yaitu lempengan batu-batu halus yang bisa dipindah-pindahkan.
- al-al-Riqa’ yaitu daun-daun atau kulit-kulit pohon tertentu.
- al-Aktaf yaitu tulang-tulang unta atau domba yang telah dikeringkan.
- al-Aqtab yaitu papan yang biasa diletakkan di punggung unta.
- Qitha’ al-Adim yaitu potongan kulit unta dan kulit kambing/domba.
Untuk tugas penulisan
ayat-ayat Al-qur’an,Rasulullah saw mengangkat
beberapa juru tulis yang amat terpercaya,teliti,dan sangat hati-hati dalam
urusan itu yaitu Abu Bakar,Umar,Utsman,Ali bin Abi Thalib,Zaid bin Tsabit,dll.
Oleh karena itu Al-qur’an yang ada sekarang benar-benar terpelihara kemurnian
dan keasliannya karena setiap kali wahyu
diturunkan segera wahyu itu ditulis atas perintah Rasul,dan penulisan itu
dilakukan di hadapan beliau.
Dengan teknis demikian para penulis wahyu tidak akan mencampur adukkan ayat dari satu
surah dan surah lainnya.[3]Untuk
itu jalur yang ditempuh oleh Rasul dan sahabat melalui jalur hafalan dan
tulisan,untuk memelihara kemurnian Al-quran sangatlah tepat sebab dapat
menjamin terpeliharanya Al-quran,sesuai janji Allah dalam firman-Nya: Q.S.(5):9
(Al-hijr)
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-quran dan sesungguhnya
Kamilah yang akan benar-benar memeliharanya.”
Nabi juga mengadakan peraturan,yaitu
Al-qur’an sajalah yang boleh dituliskan selain dari Al-qur’an itu,hadist
atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi,dilarang menuliskannya.
Dengan maksud supaya Al-qur’an Karim itu terpelihara,jangan campur aduk dengan
yang lain yang juga didengar dari Nabi. Nabi juga menganjurkan supaya Al-quran
itu dihafal,selalu dibaca,dan diwajibkan membacanya dalam shalat.[4]
v Pemeliharaan
Al-qur’an masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khaththab
Setelah
Rasulullah saw wafat pada awal tahun 11
hijriyah,para sahabat kemudian memilih Abu Bakar al-Shiddiq untuk memegang
pemerintahan pada masa itu dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Pada awal
pemerintahannya,beliau dihadapkan berbagai persoalan diantaranya banyak orang
islam yang belum kuat imannya(murtad),gerakan pembangkang membayar zakat,orang
yang menyatakan diri sebagai Nabi(nabi palsu). Melihat hal tersebut beliau
sangat tanggap dan bertindak keras. Kemudia terjadilah pertempuran sengit yang
terkenal dalam sejarah dengan nama Perang Yamamah,perang antara kaum
pembangkang dengan pasukan Abu Bakar al-Shiddiq.
Peristiwa Perang
Yamamah lah yang menjadi latar belakang timbulnya kecemasan
Umar bin Khaththab,beliau kemudian mendorong dan mengusulkan kepada Abu Bakar agar secepatnya mengusahakan
penghimpunan ayat-ayat Al-qur’an menjadi satu mushhaf karena dikawatirkan
akan lenyap nya sebagian ayat al-qur’an disebabkan gugurnya sebagian para penghafalnya.
Kemudian Abu Bakar memanggil dan memerintahkan Zaid bin Tsabit agar segera
menghimpun ayat-ayat Al-qur’an yang masih berserakan itu menjadi satu mushhaf. Dalam menunaikan tugas
sucinya,Zaid bin Tsabit tetap berpegang pada dua hal yaitu:
- Ayat-ayat Al-qur’an yang benar-benar ditulis oleh para sahabat bersama-sama dihadapan Rasulullah saw yang tersimpan dirumah beliau.
- Ayat-ayat Al-qur’an yang dihafal oleh para sahabat penghafal Al-qur’an yang masih hidup pada masa itu.[5]
Setelah berhasil
terhimpun kemudian mushhaf tersebut
diberi nama,akhirnya mereka sepakat menamainya dengan istilah “Mashhaf al-Qur’an”. [6]
Mushhaf Al-qur’an tersebut kemudian disimpan oleh Abu Bakar,setelah ia
meninggal dan Umar r.a terpilih sebagai Khalifah kemudian mushhaf tersebut disimpan dan dirawat oleh Umar r.a demi
keamananya. Kemudian setelah beliau meninggal,kemudian mushhaf dipindah kerumah
hafsah puteri Umar,istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan
Al-qur’an selanjutnya.
Ø Pada
masa Abu Bakar dan Umar r.a,mushhaf Al-qur’an yang
ditulis itu tidak diperbanyak,alasanya adalah karena memang motif penghimpunan
Al-qur’an pada saat itu bukan untuk kepentingan orang-orang yang hendak
menghafal,tetapi hanya untuk menjaga keutuhan dan keasliannya saja. Barulah
kemudian pada masa setelah 2 khalifah tersebut upaya penggandaan mushhaf mulai
dilakukan.
Dan
juga pada masa Khalifah Umar bin Khatab,tidak ada perkembangan yang signifikan
terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan oleh khalifah kedua ini
selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah pertama yaitu mengemban
misi untuk menyebarkan
islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya
yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang berhasil
dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta kapasitas
ke-Al-Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan. Diantaranya adalah Muadz bin
Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu Darda'.
v Pemeliharaan
Al-qur’an masa Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan mulai memangku jabatan khalifah pada
tahun 24H. pada masa kekhalifahannya,ekspansi wilayah kekuasaan Islam semakin
luas,dan berkembang di berbagai benua. Khalifah Utsman juga terus mengembangkan
sayap Islam sehingga interaksi dan pergaulan antara masyarakat Arab dengan non
Arab tentu terjadi. Penduduk daerah Islam pada waktu itu masing-masing
menggunakan cara bacaan sesuai dengan yang diterima dari masing-masing guru
mereka,yang dianggapnya paling baik dan benar. Maka tidaklah heran terjadi
“diferensial bacaan Al-qur’an” saat itu. Kejadian semacam itu lambat laun akan
membuka peluang terjadinya pertentangan dan pertentangan dalam cara membaca
Al-qur’an.[7]
Bagi para sahabat yang terkemuka malah ini menimbulkan kekawatiran. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan dan pertukaran letak karena itulah Khalifah mengumpulkan
orang memerintahkan agar mereka menyalin mashhaf pertama yang berada pada Abu
Bakar. Zaid bin Tsabit dibantu 3 orang Quraisy,maka ditulislah mashhaf
tersebut.[8]
Mereka bekerja dengan sepenuh tenaga dan setelah selesai mereka mengembalikan
mushaf yang asli itu kepada Hafshah. Kemudian mushaf tersebut dikirim ke
seluruh penjuru. Selain itu juga Usman juga memerintahkan tiap mashaf yang
berbeda dari Al-qur’an supaya dibakar.
Kemudian ada salah satu ayat surat yang tertinggal
ketika menyalin,kemudian mereka mencari ayat tersebut dan di peroleh di tempat
Khuzaimah Al Anshory,ayat tersebut ialah: Q.S.(33):23 (Al-ahzab)
(23) ٱللَّهَ
عَلَيْهِ ۖ هَدُوا۟مَا عَٰ صَدَقُوا۟ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌۭ
“Diantara orang-orang mukmin itu adalah orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.”
Di jaman Usman tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk membenarkan lafal huruf
hidup menurut kebiasaan suku dalam
pembacaan Al-quran. Tindakan Usman yang bijaksana dan tepat pada waktunya
menjadi dasar tuduhan orang-orang bukan Islam bahwa beliau yang membuat
perubahan Al-qur’an.[9]
Tapi penulis-penulis yang telah mengenal
bahasa Arab dan sejarah penyusuna Al-quran tersebut akhirnya hanya tersenyum
atas kekurangan intelegensia mereka dalam hal tersebut. Dengan demikian
pembukuan Al-qur’an pada masa Usman ini faedahnya yang utama adalah:
- Menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf yang seragam ejaan serta tulisannya.
- Menyatukan bacaan,kendati masih ada kelainan bacaan akan tetapi bacaan tersebut tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf Usman. Sedangkan bacaan yang tidak sama sudah tidak diperbolehkan lagi.
- Menyatukan tertib surat-surat,menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada mushar sekarang.
v Pemeliharaan
Al-qur’an masa Khalifah Ali bin Abi Tholib
Kemudian pada jaman Khalifah Ali dan selanjutnya
usaha-usaha untuk menghafal Al-qur’an terus dianjurkan dan diberi dorongan oleh
para Khalifah sendiri.[10]
Pada masa tersebut banyak usaha lanjutan dalam penyempurnaan mushaf,seperti
urutan surat,memvariasikan/memperindah bentuk huruf Usmani,bahasa,dll. Seperti
Abu Aswad Adawuli yang dikaitkan dalam pemberian baris dan titik beliau membuat
peraturan baru dalam bahasa Arab atas perintah Ali bin Abi Thalib. Kemudian
tulisan yang tertera dalam mushaf Abu Bakar dan Usman yang dilakukan oleh Zaid
bin Tsabit pada saat itu tanpa menggunakan tanda baca baik berupa
titik,syakal,harakat,tanda baca panjang,dll. Karena memang perkembangan dan
situasi pada saat itutidak menuntut hal itu untuk dilakukan.
Pada jaman berikutnaya banyak kaum muslimin yang
gandrung kepada sesuatu yang dahulunya ditolak dan ditentang dalam hal
penggunaan tanda baca,berupa titik dan syakal pada penulisan mushaf,mereka
dulunya mengkhawatirkan terjadinya perubahan nash al-quran tersebut.
Pada akhirnaya semua orang semakin merasa akrab,bahkan
usaha tersebut sekarang telah berkembang menjadi kebutuhan kaum muslimin. Sehingga
kaum muslimin baik dari kalangan Arab maupun non Arab dapat dengan mudah
mempelajari Al-qur’an. Ini semua membuktikan seberapa besar perhatian kaum
muslimin terhadap kitab sucinya sebagai pedoman hidup dunia dan akhirat.
Penutup
Dari beberapa pemaparan tersebut mengenai sejarah
kodifikasi Al-qur’an dapat disimpulkan bahwa dengan berbagai usaha-usaha yang
dilakukan maka terpeliharalah Al Qur’anul Karim tersebut,dan sampailah kepada
kita sekarang dengan tidak ada perubahan sedikitpun dari apa yang telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk itu pada tiap zaman dan masa
Al-qur’an dihafal oleh jutaan umat Islam,dan hal tersebut adalah salah satu
inayat Tuhan untuk menjaga Al-Qur’an
Daftar Pustaka
Mahmud,Nazrat Mirza Bashir ud-din.1989.Pengantar untuk Mempelajari Alqur’an.Jakarta:Jemaat
Ahmadiyah Indonesia.
Penylenggara Penterjemah Al-qur’an,Yayasan.2003.Al-qur’an dan Terjemahnya.Jakarta:CV Putra Sejati Raya.
Quthan,Mana’ul.1993.Pembahasan
Ilmu Al-qur’an mabahits fi ulumil qur’an.Jakarta:PT
Rineka Cipta.
Rahman Abdir Fadl, Ibnu.1996.’Ulumul Qur’an studi Kompleksitas alQur’an.Terj.Amrul Hasan&Muhammad al-Halabi.Yogyakarta:Titian
Illahi Press.
Usman,Dr.2009.Ulumul Qur’an Bab I.Yogyakarta:TERAS.
[1] Fadl Ibn Abdir
Rahman,Bab II,’Ulumul al-Qur’an:Studi
Kompleksitas al-Our’an,Terj.Amrul Hasan&Muhammad
al-Halabi,(Yogyakarta:Titian Illahi Press,1996)hlm.68
[4] Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-qur’an,Al-qur’an dan Terjemahnya.(Jakarta,CV Putra Sejati Raya,2003)hlm.21
[8] Mana’ul
quthan,Bab 8,Pembahasan Ilmu Al-qur’an
mabahits fi ulumil qur’an.(Jakarta:PT Rineka Cipta,1993),hlm.146
[9] Nazrat Mirza
Bashir ud-din Mahmud Ahmad,Pengantar
untuk mempelajari Al-qur’an,(Jakarta:Jemaat Ahmadiyah
Indonesia,1989),hlm.439
[10] Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-qur’an,Al-qur’an dan Terjemahnya.(Jakarta,CV Putra Sejati Raya,2003)hlm.26
0 Response to "SEJARAH KODIFIKASI"
Post a Comment